Oleh Koka Masan, S.Fil
Keputusan untuk menurunkan status kawasan yang telah lama dianggap suci dan dilindungi ini tampaknya mengabaikan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh masyarakat lokal. Bagi masyarakat Timor Tengah Utara, Cagar Alam Mutis lebih dari sekadar bentangan alam; ia adalah simbol kekerabatan yang menyatukan manusia dengan alam semesta. Di setiap lembah dan gunungnya, tersimpan cerita dan sejarah yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Ketika status Cagar Alam Mutis diubah menjadi Taman Nasional, kekuatan perlindungannya melemah, membuka kemungkinan eksploitasinya di masa depan. Hal ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai konservasi yang telah dipegang teguh oleh masyarakat lokal. Di tengah gelombang modernisasi, intervensi terhadap tatanan yang sudah ada tanpa memahami kedalaman hubungan masyarakat setempat dengan tanah leluhur mereka dapat mengakibatkan dampak sosial dan psikologis yang tidak terhitung.
Maka dari itu, kami berharap agar pemerintah pusat dan daerah dapat mempertimbangkan kembali keputusan ini. Mempertahankan status Mutis sebagai Cagar Alam bukan hanya menjaga kelestarian lingkungan, tetapi juga menghormati dan melindungi warisan budaya masyarakat adat yang berakar pada tanah mereka
(Penulis adalah seorang Tokoh Pemuda Kab. TTU, Pegiat Sosial Media, Alumnus Fakultas Filsafat Seminari Tinggi Santo Mikhael Penfui-Kupang)