OPINI  

Analisis Penolakan Terhadap Penurunan Status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional Mutis

Analisis Penolakan Terhadap Penurunan Status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional Mutis
Ilustrasi

Oleh. Koka Masan, S.Fil

Sebagai seorang yang peduli terhadap keberlanjutan lingkungan hidup dan pelestarian biodiversitas, saya dengan tegas menolak upaya penurunan status Cagar Alam Mutis di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi Taman Nasional Mutis. Penolakan ini dilatarbelakangi oleh beberapa alasan yang mendalam, baik dari sisi ekologis, sosial, maupun kultural, yang harus dipertimbangkan dalam pengelolaan kawasan alam yang sangat penting ini.

  1. Pentingnya Cagar Alam Mutis dalam Pelestarian Ekosistem
    Cagar Alam Mutis memiliki fungsi yang sangat vital dalam menjaga kelestarian ekosistem dan biodiversitas. Sebagai kawasan yang dilindungi secara ketat, Cagar Alam Mutis memberikan ruang yang aman bagi berbagai spesies endemik dan langka yang hanya dapat ditemukan di wilayah tersebut. Penurunan status menjadi Taman Nasional berpotensi menurunkan tingkat perlindungan terhadap kawasan ini, mengingat Taman Nasional seringkali dihadapkan pada kompromi antara pelestarian alam dan kepentingan pembangunan. Hal ini berisiko merusak keseimbangan ekologis yang telah terjaga selama ini.
  2. Ancaman Terhadap Keberlanjutan Sumber Daya Alam
    Penurunan status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional juga dapat membuka peluang untuk eksploitasi yang lebih besar terhadap sumber daya alam di kawasan tersebut. Potensi kegiatan ekonomi seperti pertambangan, pembukaan lahan, dan pembangunan infrastruktur dapat lebih mudah dilakukan di dalam Taman Nasional, yang pada akhirnya dapat merusak habitat alami dan mengancam keberlangsungan kehidupan spesies yang ada. Sementara itu, Cagar Alam memberikan tingkat perlindungan yang lebih tinggi dan lebih ketat terhadap potensi kerusakan ini.
  3. Kekhawatiran Terhadap Keberlanjutan Budaya dan Kearifan Lokal
    Cagar Alam Mutis tidak hanya penting dari sisi ekologi, tetapi juga merupakan bagian integral dari budaya dan kearifan lokal masyarakat setempat. Penurunan status menjadi Taman Nasional berpotensi mengabaikan hak-hak masyarakat adat yang telah hidup berdampingan dengan alam selama berabad-abad. Proses perubahan status ini perlu memperhatikan prinsip-prinsip keadilan sosial, di mana kepentingan masyarakat setempat, yang seringkali bergantung pada sumber daya alam secara berkelanjutan, harus menjadi pertimbangan utama dalam setiap kebijakan.
  4. Urgensi Perlindungan yang Lebih Ketat
    Cagar Alam Mutis sebagai kawasan yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, harus mendapatkan perlindungan yang lebih ketat dan bukan justru mengalami pelonggaran status. Keputusan untuk menurunkan status ini tidak sejalan dengan tujuan besar kita untuk menjaga kelestarian alam, yang telah menjadi komitmen internasional Indonesia dalam berbagai perjanjian global mengenai perubahan iklim dan pelestarian biodiversitas.

Dengan segala pertimbangan tersebut, saya menegaskan bahwa perubahan status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional Mutis tidak hanya berisiko merusak alam, tetapi juga dapat memperburuk kondisi sosial-ekonomi masyarakat sekitar. Oleh karena itu, saya menolak dengan tegas penurunan status ini dan mendesak agar Cagar Alam Mutis tetap dipertahankan dalam statusnya sebagai kawasan yang dilindungi untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.

(Penulis adalah seorang Tokoh Pemuda Kab. TTU, Pegiat Sosial Media, Alumnus Fakultas Filsafat Seminari Tinggi Santo Mikhael Penfui-Kupang)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *